MANIS77 - Hidup di DKI Jakarta dipikir-pikir mudah buat mendapatkan harta. Pesatnya pertumbuhan membuat orang menghargai apapun dalam segala hal. Artinya akan ada biaya untuk mereka telah dibantu. Rasanya ucapan terima kasih bagi warga DKI tidak ada artinya. Lihat saja tukang parkir liar.
Cukup menunggu kendaraan datang dan menjaganya, mereka terima uang ratusan ribu rupiah saban harinya. Biasanya mereka berjejer dekat pusat perbelanjaan. Selanjutnya, ada Pak Ogah. Ya, kerjaan ini hampir mirip seperti tukang parkir, namun biasanya mereka berada di persimpangan atau putar balik pada jalan raya. Mereka khususnya mengincar pengendara roda empat, berharap uang receh dari mereka.
Bila ogah memberi, tidak sedikit para Pak Ogah itu keluarkan cacian. Bahkan untuk buang air kecil saja, warga diwajibkan bayar. Bahkan banyak warga membuka usaha toilet umum lantaran dianggap menguntungkan. Hitung saja, per orang bakal dikenakan duit Rp 2.000 untuk buang air kecil. Bila dalam sehari ada 100 orang maka pengusaha toilet ini bakal mengantongi duit Rp 200.000 per harinya.
Mereka biasanya membuka usaha ini pada area banyak didatangi orang, seperti terminal dan lokasi wisata. Meski warga diminta bayaran, namun untuk urusan kebersihan para pengusaha toilet kerap melupakan. Sehingga banyak warga terpaksa memakai toilet kotor dan harus membayarkan harga sudah dibanderol.
Sama halnya seperti toilet, musala saja di Jakarta memakai tarif. Para jemaah usai beribadah dikenai uang Rp 2.000 per orang. Ini terjadi di Musala Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Meski sifatnya sukarela, seseorang di musala itu diminta membayar Rp 2.000 untuk urusan menghadap Tuhan alias salat. Sesudah menjalankan salat, seorang petugas berseragam safari cokelat tua sudah sigap menjaga di depan pintu keluar musala.
Penjaga tersebut duduk di bangku depan meja berukuran 2 X 1 meter, tangan kanannya langsung mengarah ke kotak sumbangan kepada para jemaah usai beribadah. "Uang kebersihannya mas,". Permintaan ini tentu mendapat protes dari warga. Bima, salah seorang pegawai swasta, dia menyesalkan adanya pemungutan uang Rp 2.000. Padahal niatnya cuma beribadah.
"Kecewa sih, masa salat saja diminta bayaran," kata Bima. Bima berharap, seharusnya urusan menghadap Tuhan tak dibuat susah, apalagi dimintai bayaran. Sebab, hal itu tentu sangat bertentangan dengan nurani. "Saya sih enggak masalah harus bayar Rp 2.000, soalnya enggak setiap hari ke pengadilan, coba kalau karyawan atau orang yang berjualan di sini, bisa tekor," terangnya.(Merdeka)
Skotlandia Minta Pisah Dari Inggris
Manchester United Datangkan Mkhitaryan
Anthony Joshua Patahkan Rekor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar